Selasa, 16 September 2008

RUU Pornografi

SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270

Nomor :P W.001/ 3232 /DPR RI/2006 Jakarta,8 Mei 2006
Sifat : Biasa
Derajat : Segera
Lampiran : Draft RUU
Perihal : Penyampaian Drafl RUU tentang Anti
Pornografi dan Pornoaksi.

KEPADA YTH.
1. BAPAK/IBU PIMPINAN PANSUS
2. BAPAK/IBU ANGGOTA PANSUS RUU TTG. ANTI PORNOGRAFI DAN
PORNOAKSI DPR RI

JAKARTA

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan draft RUU tentang
Anti Pornografi dan Pornoaksi hasil pembahasan Tim Perumus
(Timus) yang penyusunannya diserahkan kepada Tenaga Ahli.
Demikian agar menjadi maklum, atas perhatiannya kani
ucapkan terima kasih.

a.n SEKRETARIS JENDRAL
KEPALA BIRO PERSIDANGAN
u.b.
SEKRETARIS PANSUS,

H. MUNAWIR, M.Si
NIP. 210000474
TEMBUSAN :
1. Pimpinan DPR-RI
2. Pimpinan FPG DPR-RI
3. Pimpinan Fraksi PDIP DPR-RI
4. Pimpinan Fraksi PAN DPR-RI
5. Pimpinan Fraksi PPP DPR-RI
6. Pimpinan Fraksi PKB DI’R-RI
7. Pimpinati Fraksi P-DEM DPR-RI
8. Pimpinan Fraksi PKS DPR-RI
9. Pimpinan Fraksi PI3PD DPR-R
10. Pimpinan Fraksj; PBR DPR-RI
11. Pimpinan FraksiPDS DPR-RI
12. Sekjen DPR-RI
13. Kepala Biro Persidangan

SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Jalan Jenderai Gatot Subroto - Jakarta 10270

LAPORAN SINGKAT RAPAT KONSINYERING PANSUS RUU TENTANG
ANTIPORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
BOGOR, 11 MARET 2006

PANSUS RUU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi setelah
melakukan pembahasan berdasarkani pandangan fraksi-fraksi
pada tanggal 10 Maret 2006 jam 09.00 s.d. 16.00 WIB
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Alasan yuridis dalam konsideran “Menirnbang” pada butir
c dirumuskan sebagai berikut:
c. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pornografi dan tindak kecabulan yang ada sampai
saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukurn dalam
rangka melestarikan tatanan kehidupan dan ketertiban
bermasyarakat serta penegakan hukum;
2. Konsideran “Menimbang” pada butir d dirurnuskan sebagai
berikut:
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-undang tentang Anti Pornografi clan
Pornoaksi;
3. Konsideran Mengingat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 J, clan Pasal 29
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Tap MPR VI/MPR12001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa;
3. Pasal 281, 282, 283, 284 UU No. 1/1946 Tentang KUHP dan
UU No. 32/2002 tentang
Penyiaran.
4. Sistimatika RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi
dirumuskan sebagai berikut:
JUDUL : a. RUU tentang Pornografi
: b. RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi
MENIMBANG
MENGINGAT : - MEMUTUSKAN
- MENETAPKAN
BAB I. : KETENTUAN UMUM
BAB II. : ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP - Bagian Pertarna
: Asas dan Tujuan
- Bagian Kedua: Ruang Lingkup
BAB III. : PENGATURAN
- Bagian Pertama : Pembatasan dan Perizinan
- Bagian Kedua: Larangan
BAB IV. : PENCEGAHAN PEMBINAAN
BAB. V. : PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN BAB
VI. : PEMUSNAHAN
BAB VII. : KETENTUAN SANKSI
BAB VIII. : KETENTUAN PERALIHAN
BAB IX. : KETENTUAN PENUTUP

5. Alternatif judul yang sudah disepakati, yaitu:
a. RUU tentang Pornografi;
b. RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi.
Selanjutnya kedua judul tersebut akan dibahas dalam
pertemuan TIMUS berikutnya, untuk kemudian ditetapkan
salah satu judul yang paling dapat diterima oleh Anggota
Pansus.
6. Hasil keputusan Tim Perumus bersifat mengikat pada
seluruh Anggota Timus. Namun demikian, TIMUS masih
menerima masukan dari Anggota TIMUS lainnya untuk dibahas
lebih lanjut.

Rapat ditutup pada jam 16.00 WIB

PIMPINAN PANSUS RUU TENTANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
KETUA

DRS. H. BALKAN KAPLALE

DRAF-AWAL-02
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …… TAHUN …..
TENTANG
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah
negara hukum yang herdasarkan Pancasila dan
bertanggungjawab melindungi setiap warga negara, harkat
dan martabat manusia Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai dan moral Pancasila, kultur masyarakat, etika,
akhlak mulia, kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. bahwa dampak globalisasi dan kondisi kesejahteraan
nlasyarakat yang berpengaruh terhadap meningkatnya
pembuatan, penyebarluasan, penggunaan pornografi dan
Pornoaksi yang dalam masyarakat saat ini sangat
memprihatinkan karena sudah mengancam kepribadian generasi
bangsa dan tatanan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.;
c. Bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pornografi dan tindak kecabulan yang ada sampai
saat ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dalam
rangka melestarikan tatanan kehidupan dan ketertiban
bermasyarakat serta penegakan hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, clan huruf c perlu membentuk
undang-Undang tentang Pornografi dan Pornoaksi;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 J, dan Pasal 29
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Mcnetaplcan : UNDANG-UNDANG TENTANG PORNOGRAFI DAN
PORNOAKSI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :
l. Pornografi adalah karya manusia yang sengaja
mengekploitasi obyck seksual
dcngan menampilkankannya di muka umum dan
melanggar rasa kesusilaan
masyarakat.
3. Pornoaksi adalah perbuatan yang sengaja mengeksploitasi
obyek seksual yang dilakukan di muka umum yang melanggara
rasa kesusilaan masyarakat dan merendahkan harkat dan
martabat manusia.
4. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian
informasi dan pesan-pesan secara visual kepada masyarakat
luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku,
suratkabar, majalah, dan tabloid.
5. Media massa elektronik adalah alat atau sarana
penyampaian informasi dan pesanpesan secara audio dan/atau
visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio,
televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.
C. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian
informasi dan pesan-pesan sccara audio dan/atau visual
kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara
lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia
Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet,
selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis
komputer seperti internet dan intranct.
7. I3arang pornografi adalah semua benda yang materinya
mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku,
suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya,
film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video
Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal
Computer-Compact Disc Read Only Memory, clan kaset.
8. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi
yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi
kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan
cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi
yang dapat dipcroleh secara langsung dengan cara menyewa,
meminjam atau membeli.
9. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan
memproduksi materi media
Massa cetak, media massa elektronik, media
komunikasi lainnya, dan barang-barang
pornografi.
10. menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian
kegiatan mengedarkan materi
media massa cetak, media massa elektronik, media
komunikasi lainnya, dan barang-
barang Yang mengandung sifat pornografi dengan
cara memperdagangkan,
memperlihatkan, memperdengarkan,
mempertontonkan, mempertunjukao,
menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.
11. Menggunakan mlalah kegiatan memakai materi media massa
cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan
barang dan/atau jasa pornografi.
11. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan
uutuk tujuan mendapatkan keuntungan matcri atau non
materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain.
12. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delatan belas) tahun
13. Jasa adalah segala jenis layanan yang dapat diperolch
secara langsung atau melalul pcrantara, baik perseorangan
maupun perusahaan.
14. Perusahaan adalall kumpulan orang dan/atau kekayaan
yang terorganisasi, baik berupa
badan hukum maupun bukan badan hukum.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian pertama
Asas dan Tujuan
Pasal 2

Pembatasan dan pelarangan terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi berasaskan
kemanusiaan yang adil dan beradab dengan memperhatikan
nilai-nilai kultural, susila, dan moral, keadilan,
perlindungan hukum, dan kepastian hukum.

Pasal3
Undang-Undang tentang Pornografi dan Poruoaksi bertujuan ;
a. Mangatur tata kehidupan masyarakat dengan menjunjung
tinggi harkat dan martabat warga negara serta nilai-nilai
kultur masyarakat Indonesia yang plural.
b. Membatasi pembuatan dan pemanfaatan barang pornografi
yang tidak scsuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.
c. Mencegah pengaruh negatif globalisasi clan dampak
sosial masyarakat akibat dari kondisi tingkat
kesejahteraan clan kualitas pendidikan masyarakat.

Bagian kedua Ruang lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup yang diatur dalam undang-undang tentan
Pornograi clan Pornoaksi mencakup:
a.. Pembuatan yang meliputi kegiatan atau serangkaian
kegiatan memproduksi materi media massa cctak, media massa
elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang-barang
pornografi.
b. Penggandaan tcrdiri dari kegiatan atau serangkaian
kegiatan untuk memperbanyak materi media massa, media
massa elektronik, media komunikasi laintlya, dan
barang-barang pornografi.
c. Pcnyebarluasan yang meliputi scgala kegiatan atau
serangkaian kegiatan yang bea-kujuan untul: mengedarkan
materi media tnassa cetak, media massa clcktronik,
media-media komunikasi lainnya, clan mengedarkan
barang-harang yang mcngandung tiifat pornografi dcngan
cara memperdagangkan. mcinperlilialkan,
d. Penggunaan mencakup segala kegiatan yang memakai materi
media massa cetak, media massa elcl;tronik, alat
komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.

Bagian kedua
Kualifikasi
pasal 5
a. Kesengajaan adalah perbuatan yang mempunyai lnlbungan
timbal balik antara niat dan peristiwa yang dihendaki;
b. Eksploitasi adalah tindakan berupa kegiatan
memanfaatkan perbuatan untuk tujuan mendapatkan keuntuogan
materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau
oranglain;
c. Di muka umum adalah segala perbuatan yang dilakukan dan
dilihat oleh khalayak ramai atau masyarakat;
d. Melanggar rasa kesuvilaan masyarakat perbuatan itu
dianggap melanggar kepatutan dan nilai-nilai yang hidup
dalam rnasyarakat atau komunitas tersebut.

Bagian ketiga
Kategori
Pasal 6
Yang dapat dikategorikan sebagai barang pornografi dalam
undang-undang ini mencakup tulisan, gambar, foto, sketsa,
grafis, pertunjukan, animasi, film, video,
Computer-Compact Disc Read Only Memory, kaset, leaflet,
majalah, situs, Short Message Service, Multimedia
Messaging Service, surat kabar, tabloid, majalah, pamflet
dan poster.

Bagian Keempat
Unsur pornografi
Pasa17
Dalam undang-undang ini yang dikategorikan pornografi
harus mengadung unsur Perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, yang dilakukan di muka umum, terhadap alat
kelamin rnanusia, dengan tujuan eksploitasi seksual,
adanya dampak negatif yang timbul, perbuatan tersebut
melanggar kesusilaan masyarakat.

BAB III
PENGATURAN
Bagian Pertama
Pembatasan dan Perizinan
Paragraf Satu
Pembatasan
Pasal 8
(1) Pembuatan, penyebar luasan, dan pcnggunaan pornografi
sebagaimana dimaksud Pasal … sampai dengan P’asal….
dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan
ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi
pornografi sebagaimana dimaksud pada avat (l) terbatas
pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang
keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.

Pasal 9
(1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan uutuk
keperluan pengobatan gangguan kesehatan.
(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau
lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.

Pasal 10
(1) pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
……, dikecualikan untuk:
a, cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi
kebiasaan menurut adat-istiadat dan/atau budaya kesukuan,
sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan
atau kepercayaan;
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebabaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan
seni.
(3)Kegiatan olahraya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus
olahraga.
Paragrap Dua
Perizinan
Pasal 11
(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2) harus mcndapatkan izin dari
Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (3) harus mcndapatkan izin dari Pemerintah.

Pasal 12
l. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang
untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang
pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik
untuk kcperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan
Pasal 35. ,
2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang
pornograli dalam media cetak dan/atau media elektronik
sebagailnana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dcngan
memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya
dilakukan oleh badan-badan usaha yang memiliki izin
khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara
langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan
tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus
rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual dlitempatkan pada etalase
tersendiri yang letaknya .jauh dari jangkauan anak-anak
dan remaja berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun;

Pasal 13
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 37 dan pasal 38 selanjutnya
diatur dengan peraturan pemerintah.
(2) Pcraluran Pemerinlah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mcnt;atur pemberian izin clan syarat-syarat
secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus
diaerahkan kepada daerah seuai dcngan kondisi, adat
istiadat dan budaya dacrah masing-masing.

Bagian Kedua
Larangan
Pasal 14
Dilarang setiap orang sengaja di muka umum membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang melanggar kesusilaan masyarakat
dengan mengeksploitasi daya tarik :
a. Obyek seksual.
b. ketelanjangan tubuh orang dewasa.
c. aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.
d. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan
berlawanan jenis.
e. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan
sejenis.
f. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah padu hubungan seks dengan orang
yang telah meninggal dunia.
g. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.
h. aktivitas orang dalam pertunjukan seks.
i. aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani
dan atau hubungan seks.
j. aktivitas orang yang melakukan lmbungan seks atau
activitas yang mengarah pada hubungan seks dengan
anak-anak.

Pasal 15
Dilarang setiap orang dengan sengaja di muka umum
menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau
yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,
gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya
tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa
melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau
alat komunikasi medi yang melanggar kesusilaan masyarakat
dengan mengeksploitasi:
a. daya tarik obyck seksual;
b. daya larik kclclanjangan tubuh;
c. aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani;
d. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan
berlawanan jenis;
e.- aktivitas orang; dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan
sejenis;
f. aktivitas orang,, dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara
sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara
kekerasan lainnya;
g. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang
yang telah meninggal dunia;
h. aktivitas orang, dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan
i. aktivitas orang dalam acara pesta seks
j. aktivitas orang dalam pertunjukan seks.
1:. aktivitas avak-anak dalam melakukan masturbasi atau
onani.
I. aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks.
m. aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak;
atau
n. aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan
aktivitas yang mcngarah pada hubungan seks dengan
anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi,
perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya.

Pasal 16
Dilarang setiap orang yang sengaja menjadikan diri sendiri
clan/atau orang lain sebagai model atau obyek lembuatan
tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
clan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian
tubuh tertentv yang sensual dari orang dewasa,
ketelanjangan tubuh clan/atau daya tarik tubuh atau
bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau
bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir,
aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani,
orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang
mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan
jenis, pasangan sejenis, orang yang telah tneninggal dunia
dan/atau dengan hewan.
Pasal 17
Dilarang sctiap orang yang sengaja menyuruh atau memaksa,
anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan,
suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan
dcngan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau
lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk
melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.

Pasal 18
Dilarang setiap orang yang sengaja membuat,
menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang
mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media
massa elektronik, atau alat komunikasi medio, clan yang
berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan
sebagai tempat pertunjukan karya seni.
Pasal 19
Dilarang setiap oraug yang dengan sengaja membeli barang
pornografi clan/atau jasa pornograf tanpa alasan yang
dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini

Pas1 20
Dilarang setiap orang dengan sengaja menyediakan dana,
tempat, peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain
untuk melakukan kegiatan pornografi clan/atau pameran
pornografi.

BAB IV
PENCEGAHAN PEMBINAAN
Bagian Pcrtama
Pencegahan
Pasa121
Upaya pencegahan clampak negatif pornografi dilakukan
dalam cara:
a. pendidikan;
b. Kerjasama kerjasama bilateral, regional, dan
multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi
dan memberantas masalah pornografi sesuai dengan
kepentingan bangsa dan negara;
c. Sosialisasi; d. advokasi;
e. Pemberdayaan;
f. Pengawasan; dan
g. Penindakan.

Bagian Kedua pembinaan
Pasa1
22
Pengunaan barang-barang pornografi dan/atau pornoaksi yang
dilakukan oleh anak-anak dilakukan pembinaan oleh orang
tua atau dibebankan kepada negara.

Bagian Ketiga
Peran Pemerintah
Pasa1
23
Peran pemerintah dalam pencegahan dampak negatif pornograf
dilakukan melalui:
a. Perlindungan hukum clan jaminan keamanan kepada pelapor
terjadinya tindak pidana pornografi:
b. Pennbinaan Moral
c.pemberdayaan/pembinaan
d. Pengaturan

Bagian Kcempat
Pcran Masyarakat
Pasa1 24
Peran tnasyarakat dalam pencegahan dampak negatif
pornografi dilakukan melalui:
a. Melaporkan apabila melihat, menyaksikan adalah
pelanggaran pernbatasan dan larangan pornografi.
b. Memberikan masukan dan informasi apabila terjadi
pelanggaran pernbatman clan larangan porrnografi.
c. Bantuan advokasi
d. Sosialisasi pencegahan
e. pembinaan lingkungan

BAB V
PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNUTUTAN
Pasal 25
Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
pelanggaran pornografi dan pornoaksi dilaksanakan
berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI
PEMUSNAHAN
Pasal 2
(I ) pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil
penyitaan dan perampasan barang yang tidak berizin
berdasarkan putusan pengadilan.
(2) pemusnahan barang pornografi sebagimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum.
(3) pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan amembuat
berita acarayang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media
massa cetak, dan atau media massa elektronik.
b. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan.
c. hari, tanggal, bulan, dn tahun pemusnahan;
d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang
yang dimusnahkan;
dan
e. tanda tangan dan identitas lengkap para pelaksana dan
pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

BAB VII
KETENTUAN SANKSI
Bagian pertama
Sanksi administratif
pasal 27
(1) Setiap orang yang melanggar kelentluan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 diancam dengan sanksi administratif
berupa pencabutan ijin usaha sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku;
(2) Setiap orang yang tclah dicabut ijin usahanya
sebagaimana dimaksud pada ayat (I) tidak dapat mengajukan
kembali ijin usaha sejenis.

Bagian kedua
sanksipidanapasal 28
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp 75.000.000,- (tujuh
puluh lima juta rupiah) setiap orang yang dengan sengaja
di muka umum melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam
pasal 14

pasal 29
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp
3.000.000,000,000,- (tiga milyar rupiah)) setiap orang
yang dengan sengaja di di muka umum melakukan perbuatan
scbagaimana diatur dalam Pasal 15
pasal 30
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan
belas) bulan dan paling lama 7 (tu.juh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima
juta rupiah) dan paling banya kRp 3.000.000.000.000,-
(tiga milyar rupiah), setiap orang yang sengaja melakukanl
perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 16
pasal 31
Sctiap orang yang sengaja menyuruh atau memaksa, anak-anak
menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film,
syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan
masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks, dipidana dengan
pidana penajara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima .juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 3.000.000,000,000,- (tiga miliar
rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang, sengaja membuat,menyebarluaskan, dan
menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di
media massa celak, media massa elektronik, atau alat
komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum
yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya
seni, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18
(delapan belas) hulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh
lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000,000,000,-
(tiga miliar rupiah).
pasal 33
Setiap orang yang dengan sengaja membeli barang pornografi
dan/atau jasa pornografi tanpa alas an yang dibenarkan
berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling scdikit Rp.
75.000.000,- (tujuh puluh lima jula rupiah) dan paling
banyak Rp 3.000.000,000,000,- (tiga milyar rupiah).
Pasal 34
Setiap orang dengan sengaja menyediakan dana, tempat,
peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk
melakukan kegiatan pornograC dan/atau panleran pornograli
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima
juta rupiah) dan paling llanyak Rp 3.000.000,000,000,-
(tiga miliar rupiah).

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Pada saat mulai berlakunya undang-undangr ini semua
peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan
dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan menempatkannya dalam
lembaran Negara republic Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta,
………………………………..
Pada tanggal, ……………………………………

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

DR. HAMID AWALUDIN, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

Tidak ada komentar: